"Pluto"
Dari depan ia menghampiri mangsanya. Menggigit, merobek, lalu pergi tuk kembali membawa hati tiada henti.
Semarang, 15 Juni 2015
King Adot
"Kuduk"
Ingin rasanya kudekap kau dari belakang. Memelukmu, menciummu, merasakan aroma khas dari seorang dewi. Oh sungguh, aku cinta padamu.
Semarang, 15 Juni 2015
King Adot
"Peluru"
Kau menatapku yang sedang duduk. Melesatkan senyum manis yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ya, dia yang membuatku terjaga di malam suntuk.
Semarang, 15 Juni 2015
King Adot
Senin, 15 Juni 2015
Senin, 29 September 2014
Camp Nou, I'm Coming!
Ini adalah hari keduaku sebagai
pelancong. Di sini aku berdiri, tepat di depan Camp Nou stadium, Barcelona. Menawarkan
atribut kesebelasan El-Barca kepada mereka yang lewat. Beberapa
syal dan sarung tangan sudah laku terjual. Sisanya tinggal beberapa. Tujuanku
berdagang adalah agar dapat membeli satu lembar tiket masuk pertandingan Barcelona melawan Real Madrid yang akan dimulai beberapa jam lagi. Uangku tidak
cukup akibat hilang sebagian di taksi tadi, jadi aku memutuskan untuk menjual
beberapa atribut yang kubawa dari Indonesia.
Selama berjualan, ada lelaki
tua yang terus mengganggu pikiranku. Dia sedang berbaring di sebuah bangku kayu
di bawah pohon rindang dengan posisi badan menghadap ke kanan membelakangiku. Kakinya
ditekuk, tangannya saling menyilang satu sama lain seperti sedang menahan
dinginnya udara. Aku sempat menebak dia seorang pengemis. Tampak dari
pakaiannya yang lusuh dan tak karuan.
Waktu terus berlalu. Berkali-kali aku
menggosok kedua tangan dan meniupnya. Udara di sini sangat dingin. Mulutku
mengeluarkan asap setiap kali bicara. Kulihat jam yang menempel di lengan
kiri. Waktu tinggal beberapa puluh menit lagi menuju kick off dan uangku masih
belum cukup untuk membeli satu lembar tiket. Aku sangat cemas dan kebingungan. Tidak tahu apalagi yang harus kulakukan. Ke sana ke mari atribut sudah
kutawarkan, tapi tak ada seorang pun yang ingin membelinya lagi. Sepertinya
daganganku tidak akan habis. Mungkin memang sudah takdir aku tidak dapat
menyaksikan pertandingan ini langsung dari dalam.
Dengan wajah muram, aku berjalan
menuju bangku tempat si lelaki tua itu berbaring, untuk menenangkan pikiran sejenak. Melewati taman yang sebelumnya ramai oleh para supporter, sekarang
sudah sepi seperti kota yang hendak mati. Hatiku sangat sedih. Ingin rasanya
menangis dan berteriak kencang. Dia adalah klub favoritku, sudah
seharusnya aku berada di dalam.
Ketika aku duduk di sebelahnya. Tiba-tiba
dia berkata “ham...briento” berulang-ulang dengan aksen spanyolnya yang berarti lapar. Suaranya serak, basah dan lemah.
“Ya?” alisku mengernyit. Memandangi dia yang sedang menggigil kedinginan
Dia terus mengucapkan kata lapar
berulang-ulang. Ketika kulihat, wajahnya sangat pucat. Badannya kaku
kedinginan. Dengan cepat aku segera mengeluarkan dagangan mulai dari kupluk,
syal, sarung tangan, dan langsung memakaikannya. Matanya
tertutup lemah. Kantungnya yang besar pun seakan tak mampu membukanya.
“ham...briento” dia terus
mengucapkan kata itu.
Untungnya aku memiliki uang hasil
dagang tadi. Tanpa pikir panjang, aku segera membeli dua buah hotdog dan air. Kondisinya cukup lemah. Tangannya tak berhenti bergetar
selama ia melahap hotdognya.
Tak lama kemudian ketika aku
sedang menemani lelaki tua ini makan, seorang gadis muda berambut cokelat dan
berbadan tinggi layaknya model datang menghampiriku dan menyapa. Dia menatapku
penuh wibawa dari balik pupilnya yang cokelat sedikit kehitaman. Dia bertanya apa aku berjualan
hanya untuk memberi makan lelaki tua ini? Aku menceritakan semuanya dari awal
sampai akhir tentang tujuanku yang sebenarnya. Dia menyimak dengan serius,
mengerti, dan terharu. Ternyata dia memperhatikanku selama berjualan di sekitar stadion sembari menunggu temannya yang datang. Dengan kerendahan hati
dia mengajakku nonton pertandingan di dalam. Dia memiliki dua lembar tiket,
satu untuknya dan satu lagi untuk temannya. Karena temannya mendadak tidak bisa
datang, jadi dia mengajakku.
Bogor, 29 September 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Selasa, 17 Juni 2014
Shella
Kalian pernah gak suka sama cowok atau cewek yang umurnya jauh di bawah kalian? Gua pernah dan sekarang lagi ngalamin. Semuanya berawal waktu gua ngekos di daerah Tusam, Semarang. Kosan gua tuh nyatu sama rumahnya bapak kos, dengan posisi kamar menghadap kiri membelakangi rumahnya. Nah, kebetulan di sebelah kiri rumah Pak Sarengat (bapak kos) itu rumah adik istrinya. Mereka sudah berkeluarga dan punya dua anak. Anak pertama namanya Shella, yang kedua Howard.
Pintu kamar gua tepat banget di depan jendela kamarnya Shella. Makanya, setiap gua lewat, mata gua suka melirik maling ke jendela itu. Sayangnya, gua cuma bisa lihat doi dari jam 5 sore sampai 10 malam, semua karena jam terbang kita yang beda. Abis isya, kalau gua lewat, doi pasti lagi belajar. Doi giat banget, belajar dari isya sampai jam 10 atau gak setengah 11. Habis itu tidur.
Shella itu cantik. Awal gua lihat, gua tau ini bocah adalah bibit. Doi baru kelas 2 smp. Kalau mau gua kategorikan lagi sih dia itu lebih tepatnya ayu. Wajahnya khas jawa banget. Tapi sedikit ada campuran Medan.
Kalau dilihat dari bodinya, perfect. Tinggi, dadanya bagus, pantatnya berisi, gak gemuk gak kurus, rambutnya hitam lurus. Pokoknya pas. Yaaa buat ukuran umur segitu bisa dibilang perfect lah.
Doi pemalu. Gua sering banget kalau sore atau gak malem nongkrong sambil ngopi di teras rumahnya Pak Sarengat. Shella sering mundar-mandir. Kalau sikonnya bagus suka gua tanya. Jawabnya gitu, malu-malu. Pernah waktu itu pas hujan deres, gua lagi ngopi di teras sama Alip dan Pak Sarengat. Tiba-tiba Shella nongol. Doi pakek kaos tipis warna biru dan celana pendek hitam di atas lutut. Tangan kirinya megang payung, tangan kanannya megang piring isinya jagung rebus. Gua yang lagi asyik ngobrol, kaget. Doi cantik banget. Bawa-bawa jagung lalu naruh di atas meja tempat gua kumpul. Gua bayangin Shella adalah istri gua yang suguhin makanan ke tamu. Sungguh luar biasa. Ditambah lirikannya ke arah gua, duuuuuuh mood booster banget. Itu momen yang gak pernah gua lupain sampai sekarang. Selama gua kenal, waktu itulah doi menurut gua paling cantik. Walaupun tiap hari doi memang cantik, tapi menurut gua waktu itu yang paling cantik.
Berbagai akal sudah gua susun buat cari tau nama lengkap doi. Tapi gak pernah kelaksana. Gua pengen tau nama Facebook-nya. Yaaa gak ada tujuan lain selain cuma pengen mandangin foto-fotonya. Nama Facebook kan biasanya nama lengkap.
Gua yakin Shella itu gak alay. Gua yakin nama Facebook-nya adalah nama lengkap dia. Pernah waktu itu Alip bilang "ngapain lu nyari tau nama aslinya? Siapa tau ada angka-angkanya". Gua yakin 100% doi bukan cewek alay. Terus langsung gua punya niat mau modus pinjam bukunya (LKS, paket, atau gak buku tulis). Gua kan anak Sastra Indo, yaaa speak-speak ajah mau pinjam buku Bahasa Indonesianya buat materi kuliah. Tapi gak pernah kelaksana. Gak tau gua juga kenapa. Serasa gak tepat ajah gitu momennya. Kalau tanya langsung gua takut. Bukan takut sama Shellanya, tapi sama bapak/ibu nya, Pak Sarengat, atau gak istri Pak Sarengat. Kan malu kalau mereka tau gua nanya nama lengkap Shella siapa. Takut mereka mikir yang enggak-enggak terhadap gua. Style gua kan serem, sudah kayak preman. Gua juga takut Shellanya jadi takut. Diajak ngobrol ajah gitu malu-malu. Kalau lewat juga kepalanya selalu nunduk dan jalannya cepet. Kayak yang ketakutan.
Gua yakin Shella itu gak alay. Gua yakin nama Facebook-nya adalah nama lengkap dia. Pernah waktu itu Alip bilang "ngapain lu nyari tau nama aslinya? Siapa tau ada angka-angkanya". Gua yakin 100% doi bukan cewek alay. Terus langsung gua punya niat mau modus pinjam bukunya (LKS, paket, atau gak buku tulis). Gua kan anak Sastra Indo, yaaa speak-speak ajah mau pinjam buku Bahasa Indonesianya buat materi kuliah. Tapi gak pernah kelaksana. Gak tau gua juga kenapa. Serasa gak tepat ajah gitu momennya. Kalau tanya langsung gua takut. Bukan takut sama Shellanya, tapi sama bapak/ibu nya, Pak Sarengat, atau gak istri Pak Sarengat. Kan malu kalau mereka tau gua nanya nama lengkap Shella siapa. Takut mereka mikir yang enggak-enggak terhadap gua. Style gua kan serem, sudah kayak preman. Gua juga takut Shellanya jadi takut. Diajak ngobrol ajah gitu malu-malu. Kalau lewat juga kepalanya selalu nunduk dan jalannya cepet. Kayak yang ketakutan.
Beberapa bulan kemudian gua sudah gak kos di sana lagi. Sedih banget rasanya harus ninggalin Shella, yang tiap harinya biasa lihat doi, sekarang malah gak bisa. Tapi di sana masih ada temen gua, Bintang dan Panon. Jadi, kalau gua lagi kangen sama Shella ya tinggal main ajah ke Tusam. Speak-speak mampir ke kosan mereka, padahal tujuan utamanya pengen lihat Shella. Makanya waktu itu Panon dan Bintang gua suruh jangan pindah. Soalnya kalau mereka pindah, nanti gua gak bisa lihat Shella lagi. "Tang, Non, jangan pindahlaaaah pliiiiiis! Entar kalau lu semua pindah gua gak bisa nemuin Shella lagi. Masa iya entar gua speak-speak mau silaturahmi ke Pak Sarengat. Kan lucu."
Doi itu mood booster gua. Gua kalau lagi capek, lagi bete, jenuh, ya sore tinggal main ajah ke Tusam. Soalnya kalau sore, doi pasti lagi main sama teman-temannya di depan rumah. Gua suka speak-speak duduk di teras sambil merokok. Padahal, sambil lirik-lirik maling ke arahnya.
Kadang juga gua suka bayangin yang enggak-enggak. Kayak misalnya kasih bunga, es krim, cokelat atau apalah gitu lewat jendela kamarnya. Yaaa kayak di film-film gitu. Manggilnya pakai batu-batu kerikil kecil yang dilempar ke kaca jendela.
"psstt.. psstt!!! Shella! Shella!" Panggil gua desis.
"ada apa, mas?" Tanya shella heran.
"Ini ada bunga sama es krim buat kamu. Gak sengaja tadi lihat tukang bunga pas otw pulang, jadi keinget kamu. Ini ada es krim juga, kan kamu suka es krim. Spesial buat kamu rasa cokelat"
"Aduuuh mas, Makasih yah." ucap Shella malu-malu senang.
"Iya sama-sama hihihi. Lagi belajar yah? Yaudah, lanjutin deh, takut nanti ada yang lihat."
Lucu banget kan kalau itu semua nyata. Gua itu pengkhayal yang hebat. Kata temen gua sih gua itu spesialis ngayal yang jorok-jorok alias otak bokep. Itu semua bohong, cuma mitos.
Pernah juga gua ngayal gini nih, kemarin kan SBMPTN 2014, coba andaikan gua tesnya di smp doi. Gua kan gak tau smp doi di mana, jadi gua bisa modus ngajak Shella nemenin survei ke sekolahnya pas H-1. Modus yang masuk akal juga kan? Dan kemungkinan besar dia pasti mau nemenin. Habis survey otomatis gak pulang dulu. Namanya juga anak smp, pasti seneng kan diajak makan di McD. Gak peduli duit tinggal berapa, yang jelas gua bisa nge-date sama Shellla wkwkwkwk.
Gua juga cerita tentang Shella ke tante gua. Hadeeeuh.... namanya juga cewek, gak bisa mendem sendiri kalau ada gosip. Bokap gua, kakak gua, om gua, tante gua yang lainnya, sampai ke nenek gua juga jadi tau kalau gua suka sama si Shella.
"Kelas berapa, dot? 2 smp yah? Berarti beda enam tahun, yah? Yaaa bisa lah kalau cuma beda segitu mah. Dia kristen? yaaa itu juga bisa dikondisikan."
Apa coba maksud bokap bilang kayak gitu. Sudah kayak yang mau kawin tau gak. Ini nih, tante gua penyakitnya. Keluarga gua semuanya jadi tau si Shella. Sampai sepupu gua si Hafidz yang baru TK pernah ngecengin gua "Cieeeee mas Adot Shella nih cieeee." wkwkwkwk koplak banget kan ckckck.
Segitu dulu aja yah cerita tentang Shellanya. Yang jelas, gua ada rasa sama doi. Gua gak mau deketin dia sekarang. Dia masih kecil. Gua gak mau merusak masa remajanya. Nanti gua sudah mikir ke mana, doi malah masih di mana, kan gak akan sinkron. Gua bakal tunggu kalau dia sudah kelas 3 SMA. Insyaallah kalau memungkinkan bakal gua pepet.
Sekarang jam 12.02 malam. Gua yakin doi lagi tidur menghadap sebelah kanan ke arah tembok sambil meluk guling. Hafal banget kan gua wkwk.
Tidur yang nyenyak yah, Shell. Mimpi indah mmmmmuah :*
Semarang, 17 Juni 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Senin, 16 Juni 2014
Aku Bisa
Cerpen ini diangkat dari kisah nyata yang sudah dikembangkan oleh penulis. Kisah seorang pengayuh becak yang berhasil mendidik anaknya menjadi wisudawan terbaik di universitasnya.
"Pak, ayo, Rani sudah siap" ucap Rani kepada bapaknya yang tengah mempersiapkan diri di depan cermin.
Hari ini adalah hari wisudanya Rani. Ia adalah seorang mahasiswi fakultas ekonomi dan bisnis di universitas favorit di Semarang. Ia lahir di keluarga kurang mampu. Bapaknya adalah seorang pengayuh roda tiga.
Beliau seorang yang giat. Setiap hari sehabis ibadah solat subuh, ia langsung pergi ke pasar. Pekerjaannya sebagai jasa transportasi itu ia lakukan sampai matahari tenggelam. Semuanya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mempertahankan hidup dan menafkahi anaknya, Rani, agar tetap bisa kuliah. Dia sangat berharap anaknya dapat lulus dan langsung bekerja.
Beliau adalah seorang yang taat dalam beragama. Setiap pagi, di sela pekerjaannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Malamnya, di tengah-tengah mimpinya, ia selalu bangun untuk menunaikan ibadah solat tahajud. Puasa sunah senin-kamis pun tak pernah ia tinggalkan. Di dunia ini, yang mengatur adalah Allah SWT. Ia percaya, segiat apapun kita melakukan suatu perkerjaan tapi tidak diimbangi dengan kewajiban sebagai umat beragama, pekerjaan itu akan sia-sia, tidak akan berkah.
Untuk Rani sendiri, ia adalah seorang wanita rajin, rajin belajar dan beribadah. Sehabis pulang kuliah ia selalu menghabiskan waktu di rumah, tak lain hanya untuk membedah kembali pelajaran yang sudah ia dapatkan. Malamnya, ia selalu dibangunkan bapaknya agar menunaikan ibadah solat tahajud. Paginya pun, di sela pergantian mata kuliah, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Dia selalu ingat pesan bapaknya "jangan pernah kita selalu menyibukkan diri mengurus dunia sehingga kita melupakan kewajiban sebagai hamba Allah".
Ia adalah seorang yang pintar. Untuk masuk kuliah pun itu semua karena beasiswa yang diraihnya. Sejak awal kuliah di semester pertama sampai semester akhir, IP-nya selalu di atas 3,5. Sungguh prestasi yang luar biasa. Itu semua ia dapat dengan penuh kerja keras. Di otaknya, hanya belajar, belajar, dan belajar. Ia tidak mau menjadi orang bodoh, ia tidak mau hidupnya ditindas oleh serakahnya dunia.
Ia memiliki banyak mimpi. Mimpi yang sangat utama bagi dia adalah memiliki rumah besar. Ia selalu membayangkan dirinya tinggal bersama bapak di rumah besar itu.
Di pikirannya tidak ada sosok lain selain bapak. Ia sangat menyayangi bapak. Bapaknyalah yang menjadi motivasi belajar selama ini. Wajah bapak yang sedang bekerja keras mencari nafkah selalu terbayang. Ia tidak mau mengecewakannya. Ia akan membuktikan bahwa suatu saat akan menjadi anak yang sukses, dan membuktikan pula bahwa ia punya bapak yang sangat hebat, dengan keterbatasan biaya tapi dapat menyekolahkan anaknya hingga wisuda.
****
"Ran, kenapa sih kamu gak mau naik angkot? Atau pakek mobil yang pak Sabeni tawarin?" tanya bapak yang sedang mengayuh becaknya menuju aula di kampus Rani.
Hari ini Rani sangat cantik. Tubuhnya dibalut dengan kebaya berwarna hijau dan cokelat. Rambutnya ditata rapi dibalut toga. Bapak yang berada di belakangnya tampak memakai batik cokelat, celana bahan berwarna hitam, sepatu pantovel kusam, dan peci haji putih lusuh yang ia pakai di kepalanya.
"maaf yah, pak, jadi bikin bapak capek. Rani tuh pengen nunjukkin bahwa kita sebagai rakyat kecil berhak untuk kuliah dan menjadi seorang pemenang." jawab Rani sambil menoleh ke belakang ke arah bapaknya.
"terus, apa hubungannya sama kamu yang pengen diantar pakek becak?" tanya bapak heran.
"Rani juga mau nunjukkin kalau Rani punya bapak yang hebat. Walaupun bapak hanya sebagai tukang becak, tapi bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus dan dapat status cumlaude."
Bapak tersenyum, terharu mendengar perkataan dari anaknya itu. Ia tidak menyangka memiliki anak sepintar dan sebaik Rani. Ia tidak bisa berkata. Di dalam hatinya, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya itu.
****
"Rani! itu Rani, aaaaaahhhh..." teriak teman-teman Rani yang lebih dahulu sampai.
"Hai pak. Apa kabar?" sapa salah satu teman pria Rani kepada bapak.
"Ayo, Ran, kita masuk! acaranya mau dimulai. Mari pak".
Perasaan Rani hari ini sangat senang. Ia disambut oleh teman-temannya dengan riang gembira. Ia duduk di tengah-tengah ramainya mahasiswa. Bapak duduk di bangku khusus untuk para orang tua wali. Ia sangat senang dan bangga melihat anaknya. Ia tidak menyangka bisa sampai disini. Di tempat di mana anaknya akan mendapatkan gelar sebagai sarjana ekonomi. Ini adalah prestasi yang sangat hebat. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Keringatnya terbayar habis dengan semua ini.
"Bapaaaaaak..." sapa Rani kepada bapak yang duduk jauh di atasnya. Bapak membalas lambaiannya dan tersenyum hangat penuh bangga. Baginya, bapak adalah pria tertampan yang berada di aula ini. Dia lebih dari sekedar pahlawan. Ia sangat bangga kepada bapak.
****
Acara sudah sampai pada puncaknya. Terlihat Rani yang sedang mengantri bersama teman-temannya untuk diwisuda. Jantungnya berdebar dan tegang, tapi itu semua bercampur dengan senang dan bangga. Ketika ia selesai diwisuda, ia langsung melambaikan tangan ke arah bapak lagi. Ia melambai dengan riang, dengan segulung kertas yang ia pegang di tangan kirinya. Ia langsung menghampiri bapak, memeluknya erat-erat. Air mata tak dapat ditahan, keluar begitu saja.
"Makasih paaaak makasih sudah mendidik, sudah menjaga Rani sampai saat ini. Rani gak akan ngelupain kebaikan bapak...." ucap Rani terisak-isak.
"Iya, Rani..... sama-sama. Bapak bangga sama kamu. Selamat yah" matanya berlinang dan sesekali menarik keras udara ke dalam hidung yang berisi penuh dengan ingus.
Pelukan itu sangat hangat. Pelukan dari seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya.
"ya, untuk acara yang terakhir. Langsung saja kita panggil saudari Rani sebagai mahasiswi dengan nilai terbaik tahun ini. Wuuuw tepuk tangan! Untuk Rani waktu dan tempat kami persilahkan." ucap MC yang berada di atas panggung.
Rani terkejut, dia tidak tahu kalau dialah yang mendapat nilai terbaik tahun ini. Perasaannya campur aduk. Dia tidak percaya dengan semua ini, apa ini semua hanya mimpi? Seisi aula berdiri dan bertepuk tangan riang mengawal Rani yang berjalan menuju ke atas panggung.
Ini adalah suatu prestasi. Dengan biaya dan hidup yang pas-pasan itu tidak membuatnya putus asa. Dia tetap semangat, dia sadar akan tanggung jawab. Dia tidak ingin mengecewakan bapak yang setiap hari membanting tulang hanya untuk membiayainya. Ia ingin membalas semua usaha bapak. Hanya bapak yang ia punya. Hanya bapak yang ia sayang. "Terimakasih bapak. Jasamu tak akan kulupakan"
Semarang, 16 Juni 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Kamis, 29 Mei 2014
Keluarga Adalah Segalanya
Ayah. Ayah adalah sosok yang sangat gua hormati. Gua gak berani ngomong keras, lancang, atau selengean. Gua gak berani ngebantah perintahnya. Gua gak pernah bohong sama beliau. Gua selalu patuh, selalu.
Beliau baik. Semenjak gua kecil sampai besar kayak sekarang, apapun yang gua pinta selalu beliau kabulin. Tapi, di setiap pemberiannya, beliau selalu menyelipkan sebuah perintah.
"oke, ayah beliin. Tapi inget! Harus rajin jamaah di masjid!", perintah beliau waktu gua rewel pengen mobil remote control. Umur gua waktu itu sekitar 10 tahun. Gua senang banget. Karena dibanding teman lainnya, mobil gua yang paling besar dan bagus.
Setelah beberapa minggu ke depan, gua mulai lalai. Sampai-sampai gua lupa sama janji. Beliau langsung ngebuang ke sungai di belakang rumah. Gua nangis kencang banget. Air mata jatuh bercucuran. Badan gua lemas. Betapa kejamnya beliau sampai ngebuang ke sungai. Mobil itu baru beberapa minggu gua milikin.
Di permintaan selanjutnya gua selalu memenuhi janji. Sedikit demi sedikit, berdasarkan pengalaman, gua sudah mulai ngerti ayah itu kayak gimana. Di umur gua yang kecil, beliau gak pernah nuntut apapun. Cuma itu! jamaah di masjid. Oh, ada satu lagi. Beliau selalu mengajarkan tentang tanggung jawab. Tanggung jawab dalam hal apapun. Kalau gua ada masalah, beliau gak pernah turun tangan. Beliau selalu minta supaya gua nyelesain sendiri.
Terimakasih, ayah. Caramu sukses. Sampai sekarang, gua gak pernah ninggalin solat dan sadar akan tanggung jawab. Gua selalu ingat wajahnya kalau sampai berani ninggalin. Karena di Islam, bukan orang tua yang rajin ibadah yang bakal membawa kita ke surga, tapi anaklah yang menjadi patokan. Orang tua yang rajin tapi anaknya enggak, hal kayak gitu yang bakal nyeret mereka ke neraka. Sebaliknya, orang tuanya enggak, tapi anaknya rajin. Insyaallah yang kayak gitu yang bakal membawa mereka ke surga. Terimakasih ayah. Terimakasih buat semuanya."
****
Ibu. Ibu adalah sosok yang sangat tegas dan galak. Pernah dulu, lutut gua disetrika. Gua persilahkan kalau kalian pengen lihat. Bekasnya masih ada. Bulat dan hitam. Walaupun dia kejam, tapi sebetulnya dia baik. Gua mengakui itu. Bagi gua, itu bukan sebuah penyiksaan, tapi sebuah peringatan. Karena setelah dia nyetrika, dia langsung mengingatkan tentang hal baik dan buruk. Apa yang harus gua lakuin dan apa yang seharusnya dijauhin. Kata-katanya selalu benar. Perlakuannya bisa dipertanggungjawabkan (gak asal-asalan). Tapi, cuma itu pelajaran yang gua ingat, karena Allah terlalu cepat ngambil dia. Gua sedih, amat sedih. Gua belum pernah ngerasain gimana rasanya punya Ibu. Karena waktu itu umur gua 9 tahun. Gua belum ngerti apa-apa. Sampai sekarang, cuma doa yang bisa gua kasih di akhir solat. "Adot sayang Ibu. Adot kangen."
****
Indah. Indah itu kakak gua. Semua keluarga termasuk gua manggil dia mbak Ayi. Usianya 6 tahun di atas gua. Dia satu-satunya saudara kandung yang gua punya. Badannya kecil. "Biasanya, orang kecil kayak gue gini pada imut", katanya.
Dia sosok yang baik. Gua kompak sama dia (sekarang). Dulu waktu gua duduk di bangku SMP, dia pernah bilang "belajar dulu, baru boleh main!". Pas SMA, "kalau lu pacaran, gak akan gua kasih duit!". Sekarang (sudah kuliah) "cari pacar orang Semarang, Dot".
Walaupun dia bawel dan sering ngatur, tapi gua tetap sayang. Sayaaaang banget :) Love you, Sis <3
****
Emak (Ibu dari ayah). Emak adalah nenek yang saaaaangat gua cinta. Umurnya sudah tua. Kulitnya sudah keriput, tapi gigi dan ingatannya masih bagus. Buat emak, gua gak bisa bilang apa-apa. Kebaikannya gak bisa diungkapin sama kata-kata. Gua bingung harus mulai dari mana. Dia baik banget, banget, banget, banget.
Kalau jadwal makan hari ini adalah ayam, dia selalu nyembunyiin pahanya di tempat rahasia yang dia punya. Tujuannya, supaya gak ada siapapun yang ngambil. Karena dia tahu, paha adalah bagian favorit gua. Pas gua pulang, dia manggil dengan nada desis "dot, makan! nih ada paha" Sambil nyodorin paha ayam di depan gua. Lucu yah. Terus pernah bilang gini juga, "Adot, kalau di kos harus sering-sering makan ayam yah, jangan telur terus entar netes. Emak suka kepikiran kalau lagi makan ayam, masa Adot enggak". So sweat yah. Terus, waktu gua sakit, dia yang paling rewel maksa gua supaya cek ke rumah sakit. Walaupun sakit gua ringan.
Emak punya satu pesan yang amat sakral buat gua, "Dot, kalau emak meninggal, jangan lupa solat hadiah yah habis maghrib. Karena malam pertama tuh malam yang paling serem". Itu pesan yang gak akan pernah gua lupain. Dia selalu mikirin mati. Dia selalu bilang kalau umurnya gak akan lama lagi. Waktu gua mau merantau ke Semarang, gua berbisik "Mak, adot gak akan lupa sama amanah emak". Gua nangis waktu itu. Serius gua sedih banget. Badannya yang kecil dan lembek gua peluk erat. Gua takut dia nutup usianya pas gua lagi di Semarang. Gua takut gak bisa nemenin di akhir usianya. Gua selalu berdoa, "ya, Allah, panjangkanlah umur emak. Sehatkanlah badannya. Adot belum siap jika engkau mengambilnya. Adot masih ingin dengannya, ya Allah."
Akhir kata. Buat emak, "doa gua gak akan putus."
Buat Allah, "jika engkau mencari saksi atas kebaikan emak, tanyalah aku! Jika nanti engkau menjerumuskannya ke neraka, sungguh aku akan kecewa, sungguh kecewa."
****
Gua gak bisa nyebutin satu-persatu dari mereka. Mereka banyak dan semuanya baik. Gua senang dilahirkan di keluarga sederhana ini. Gua senang menjadi bagian dari mereka.
Mereka adalah satu-satunya harta gua yang paling berharga. Tapi, pernahkah kalian membayangkan, betapa sedihnya satu-persatu mereka pergi ditelan usia?
Semarang, 29 Mei 2014
Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Jumat, 02 Mei 2014
Curhat Seorang Jomblo
Gais, gua mau curhat, mengenai kejombloan gua. Malu siiiiih, tapi gua pengen lu tau semua, dan siapapun yang baca ini, tolong kasih saran, tolong yah hahahahaha (sedih, tapi sok tegar).
Lu tau gak kenapa sampai saat ini gua masih jomblo? Padahal, di kampus cewek-ceweknya pada cakep loh, banyak yang unyu, tapi sedikitpun gak ada keberanian dari gua buat ngedeketin. Bukan karena gua malu, bukan. Bukan juga karena gua takut, bukan. Lu harus tau, gua ini lahir di keluarga sederhana, gak kaya, gak miskin, pas-pasan. Gua yang sekarang mahasiswa, buat diri gua sendiri pun kadang masih suka kurang, apalagi kalau gua punya pacar, mau gua jajanin apa pacar gua? Itu alesan gua kenapa gak berani ngedeketin cewek. Pernah gua curhat ke salah satu temen gua tentang ini, dia bilang "yaelah dot, emang pacaran harus pakek duit? wajarlah, lu kan masih kuliah belum gawe, kalau lu udah gawe trus masih gak punya duit, itu baru keterlaluan. Gak apa-apa dot, siapa tau dia nerima lu apa adanya." iya sih, enak kalau dia nerima gua apa adanya. Tapi, kalau dia gak kuat, kan malu juga di gua nya. "ajak cewek lu susah bareng dot. Bukan yang dapet lu dalam keadaan kaya. Biar lu punya cerita, dan lu tau kesetiaan dia, ada di kala lu susah dan bahagia."
Sebisa mungkin gua gak mau mikirin cewek. Tapi, godaan selalu aja muncul. Gua pengen ngejar cita-cita dulu, gua pengen fokus belajar, pengen fokus ngeraih impian. Gua takut kalau punya cewek yang ada malah ngeganggu. Alhamdulillah kalau dia ngedukung, coba kalau enggak, ya bisa hancur. Tapi di lain sisi, kalau gua ngejar sukses dulu dan kebetulan hari itu gua udah sukses dan ada cewek yang suka sama gua, gua takut dia matre, suka karena kesuksesan gua dan harta gua. Emang betul juga sih apa yang dikatain temen gua, "mending cari sekarang, ajak susah dari sekarang, berjuang bareng dia."
Gimana?
Selasa, 29 April 2014
Kamar Mandi
Kos gua tuh tiga lantai. Kamar gua di lantai tiga (kamar mandi luar). Di lantai tiga, kamar mandi luarnya ada tiga. Awal gua datang, gua biasa mandi di situ, di pintu pertama. Tapi asal lu tau yah ternyata ada penghuni yang jorok. Pernah suatu saat gua mau mandi, buset bau pesing banget. Gua yakin nih orang kencing pasti gak disiram. Sempat kesal juga, ya tapi gak apa-apalah selama masih pertama mah.
Hari kedua pas gua mau mandi, bau lagi. Buset nih orang, sumpah, disimpan di mana yah otaknya, jorok banget, gak punya jiwa sosial, gak mikir kalau dia tuh hidup bersosialisasi, enggak sendirian, benar-benar gak dewasa.
Hari ketiga, sama, sampai hari keempat pun kejadian masih keulang. Sampai-sampai di hari kelima gua mergokin tai yang lagi ngambang. Anjir!!! jijik banget. Entah apa yang ada dipikiran nih orang bisa-bisanya ngelakuin kayak gini. Mending yah kalau cuma ngambang doang, mungkin sudah disiram tapi gak lama kemudian tuh tai keluar lagi. Ini mah kayaknya sama sekali gak disiram. Soalnya di pinggir-pinggirnya ada bercak-bercak. Gua kesal banget di situ, darah gua naik! Masalahnya ini bukan kejadian yang pertama. Gua wajarin kalau cuma sekali dua kali, tapi ini sudah beberapa kali dan gak bisa dibiarkan. Gua jalan ke kamar, ambil kertas dan spidol. Gua tulis "EH BANGSAT ANJING SETAN, PUNYA OTAK GAK LU BOKER AMPE GAK DISIRAM? INGET MAS KITA HIDUP BERSOSIALISASI! SINI LU KALO BERANI GUA DI KAMAR 40!!!!"
40 itu kamar gua. Gua tunggu gak ada yang nyamperin. Gua tunggu sampai hari-hari berikutnya pun tetap gak ada yang ngedatengin kamar gua. Pengecut emang. Benci gua sama orang-orang kayak gitu, gak punya nyali dan otak.
Tapi, semenjak kejadian itu, kamar mandi gak pernah kotor lagi, gak pernah bau lagi. Alhamdulillaaaaah ternyata beliau sudah sadar. Malah sebaliknya, sekarang kamar mandi mengkilat, kayaknya sih sering disikat. Sesuatu yah hahaha. Tapi tetap, sampai sekarang gua gak pernah mandi di situ lagi, gua biasa mandi di kamar mandi lantai dua. Trauma!
Langganan:
Postingan (Atom)