YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 16 Juni 2014

Aku Bisa


Cerpen ini diangkat dari kisah nyata yang sudah dikembangkan oleh penulis. Kisah seorang pengayuh becak yang berhasil mendidik anaknya menjadi wisudawan terbaik di universitasnya.


"Pak, ayo, Rani sudah siap" ucap Rani kepada bapaknya yang tengah mempersiapkan diri di depan cermin. 

Hari ini adalah hari wisudanya Rani. Ia adalah seorang mahasiswi fakultas ekonomi dan bisnis di universitas favorit di Semarang. Ia lahir di keluarga kurang mampu. Bapaknya adalah seorang pengayuh roda tiga.

Beliau seorang yang giat. Setiap hari sehabis ibadah solat subuh, ia langsung pergi ke pasar. Pekerjaannya sebagai jasa transportasi itu ia lakukan sampai matahari tenggelam. Semuanya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mempertahankan hidup dan menafkahi anaknya, Rani, agar tetap bisa kuliah. Dia sangat berharap anaknya dapat lulus dan langsung bekerja.

Beliau adalah seorang yang taat dalam beragama. Setiap pagi, di sela pekerjaannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Malamnya, di tengah-tengah mimpinya, ia selalu bangun untuk menunaikan ibadah solat tahajud. Puasa sunah senin-kamis pun tak pernah ia tinggalkan. Di dunia ini, yang mengatur adalah Allah SWT. Ia percaya, segiat apapun kita melakukan suatu perkerjaan tapi tidak diimbangi dengan kewajiban sebagai umat beragama, pekerjaan itu akan sia-sia, tidak akan berkah.

Untuk Rani sendiri, ia adalah seorang wanita rajin, rajin belajar dan beribadah. Sehabis pulang kuliah ia selalu menghabiskan waktu di rumah, tak lain hanya untuk membedah kembali pelajaran yang sudah ia dapatkan. Malamnya, ia selalu dibangunkan bapaknya agar menunaikan ibadah solat tahajud. Paginya pun, di sela pergantian mata kuliah, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Dia selalu ingat pesan bapaknya "jangan pernah kita selalu menyibukkan diri mengurus dunia sehingga kita melupakan kewajiban sebagai hamba Allah". 

Ia adalah seorang yang pintar. Untuk masuk kuliah pun itu semua karena beasiswa yang diraihnya. Sejak awal kuliah di semester pertama sampai semester akhir, IP-nya selalu di atas 3,5. Sungguh prestasi yang luar biasa. Itu semua ia dapat dengan penuh kerja keras. Di otaknya, hanya belajar, belajar, dan belajar. Ia tidak mau menjadi orang bodoh, ia tidak mau hidupnya ditindas oleh serakahnya dunia.

Ia memiliki banyak mimpi. Mimpi yang sangat utama bagi dia adalah memiliki rumah besar. Ia selalu membayangkan dirinya tinggal bersama bapak di rumah besar itu. 

Di pikirannya tidak ada sosok lain selain bapak. Ia sangat menyayangi bapak. Bapaknyalah yang menjadi motivasi belajar selama ini. Wajah bapak yang sedang bekerja keras mencari nafkah selalu terbayang. Ia tidak mau mengecewakannya. Ia akan membuktikan bahwa suatu saat akan menjadi anak yang sukses, dan membuktikan pula bahwa ia punya bapak yang sangat hebat, dengan keterbatasan biaya tapi dapat menyekolahkan anaknya hingga wisuda.


****


"Ran, kenapa sih kamu gak mau naik angkot? Atau pakek mobil yang pak Sabeni tawarin?" tanya bapak yang sedang mengayuh becaknya menuju aula di kampus Rani.

Hari ini Rani sangat cantik. Tubuhnya dibalut dengan kebaya berwarna hijau dan cokelat. Rambutnya ditata rapi dibalut toga. Bapak yang berada di belakangnya tampak memakai batik cokelat, celana bahan berwarna hitam, sepatu pantovel kusam, dan peci haji putih lusuh yang ia pakai di kepalanya.

"maaf yah, pak, jadi bikin bapak capek. Rani tuh pengen nunjukkin bahwa kita sebagai rakyat kecil berhak untuk kuliah dan menjadi seorang pemenang." jawab Rani sambil menoleh ke belakang ke arah bapaknya.

"terus, apa hubungannya sama kamu yang pengen diantar pakek becak?" tanya bapak heran.

"Rani juga mau nunjukkin kalau Rani punya bapak yang hebat. Walaupun bapak hanya sebagai tukang becak, tapi bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus dan dapat status cumlaude." 

Bapak tersenyum, terharu mendengar perkataan dari anaknya itu. Ia tidak menyangka memiliki anak sepintar dan sebaik Rani. Ia tidak bisa berkata. Di dalam hatinya, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya itu.


****


"Rani! itu Rani, aaaaaahhhh..." teriak teman-teman Rani yang lebih dahulu sampai.

"Hai pak. Apa kabar?" sapa salah satu teman pria Rani kepada bapak.

"Ayo, Ran, kita masuk! acaranya mau dimulai. Mari pak".

Perasaan Rani hari ini sangat senang. Ia disambut oleh teman-temannya dengan riang gembira. Ia duduk di tengah-tengah ramainya mahasiswa. Bapak duduk di bangku khusus untuk para orang tua wali. Ia sangat senang dan bangga melihat anaknya. Ia tidak menyangka bisa sampai disini. Di tempat di mana anaknya akan mendapatkan gelar sebagai sarjana ekonomi. Ini adalah prestasi yang sangat hebat. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Keringatnya terbayar habis dengan semua ini.

"Bapaaaaaak..." sapa Rani kepada bapak yang duduk jauh di atasnya. Bapak membalas lambaiannya dan tersenyum hangat penuh bangga. Baginya, bapak adalah pria tertampan yang berada di aula ini. Dia lebih dari sekedar pahlawan. Ia sangat bangga kepada bapak.


****


Acara sudah sampai pada puncaknya. Terlihat Rani yang sedang mengantri bersama teman-temannya untuk diwisuda. Jantungnya berdebar dan tegang, tapi itu semua bercampur dengan senang dan bangga. Ketika ia selesai diwisuda, ia langsung melambaikan tangan ke arah bapak lagi. Ia melambai dengan riang, dengan segulung kertas yang ia pegang di tangan kirinya. Ia langsung menghampiri bapak, memeluknya erat-erat. Air mata tak dapat ditahan, keluar begitu saja. 

"Makasih paaaak makasih sudah mendidik, sudah menjaga Rani sampai saat ini. Rani gak akan ngelupain kebaikan bapak...." ucap Rani terisak-isak.

"Iya, Rani..... sama-sama. Bapak bangga sama kamu. Selamat yah" matanya berlinang dan sesekali menarik keras udara ke dalam hidung yang berisi penuh dengan ingus.

Pelukan itu sangat hangat. Pelukan dari seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya.

"ya, untuk acara yang terakhir. Langsung saja kita panggil saudari Rani sebagai mahasiswi dengan nilai terbaik tahun ini. Wuuuw tepuk tangan! Untuk Rani waktu dan tempat kami persilahkan." ucap MC yang berada di atas panggung.

Rani terkejut, dia tidak tahu kalau dialah yang mendapat nilai terbaik tahun ini. Perasaannya campur aduk. Dia tidak percaya dengan semua ini, apa ini semua hanya mimpi? Seisi aula berdiri dan bertepuk tangan riang mengawal Rani yang berjalan menuju ke atas panggung.

Ini adalah suatu prestasi. Dengan biaya dan hidup yang pas-pasan itu tidak membuatnya putus asa. Dia tetap semangat, dia sadar akan tanggung jawab. Dia tidak ingin mengecewakan bapak yang setiap hari membanting tulang hanya untuk membiayainya. Ia ingin membalas semua usaha bapak. Hanya bapak yang ia punya. Hanya bapak yang ia sayang. "Terimakasih bapak. Jasamu tak akan kulupakan"


Semarang, 16 Juni 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar