YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 17 Juni 2014

Shella

Kalian pernah gak suka sama cowok atau cewek yang umurnya jauh di bawah kalian? Gua pernah dan sekarang lagi ngalamin. Semuanya berawal waktu gua ngekos di daerah Tusam, Semarang. Kosan gua tuh nyatu sama rumahnya bapak kos, dengan posisi kamar menghadap kiri membelakangi rumahnya. Nah, kebetulan di sebelah kiri rumah Pak Sarengat (bapak kos) itu rumah adik istrinya. Mereka sudah berkeluarga dan punya dua anak. Anak pertama namanya Shella, yang kedua Howard. 

Pintu kamar gua tepat banget di depan jendela kamarnya Shella. Makanya, setiap gua lewat, mata gua suka melirik maling ke jendela itu. Sayangnya, gua cuma bisa lihat doi dari jam 5 sore sampai 10 malam, semua karena jam terbang kita yang beda. Abis isya, kalau gua lewat, doi pasti lagi belajar. Doi giat banget, belajar dari isya sampai jam 10 atau gak setengah 11. Habis itu tidur.

Shella itu cantik. Awal gua lihat, gua tau ini bocah adalah bibit. Doi baru kelas 2 smp. Kalau mau gua kategorikan lagi sih dia itu lebih tepatnya ayu. Wajahnya khas jawa banget. Tapi sedikit ada campuran Medan.

Kalau dilihat dari bodinya, perfect. Tinggi, dadanya bagus, pantatnya berisi, gak gemuk gak kurus, rambutnya hitam lurus. Pokoknya pas. Yaaa buat ukuran umur segitu bisa dibilang perfect lah. 

Doi pemalu. Gua sering banget kalau sore atau gak malem nongkrong sambil ngopi di teras rumahnya Pak Sarengat. Shella sering mundar-mandir. Kalau sikonnya bagus suka gua tanya. Jawabnya gitu, malu-malu. Pernah waktu itu pas hujan deres, gua lagi ngopi di teras sama Alip dan Pak Sarengat. Tiba-tiba Shella nongol. Doi pakek kaos tipis warna biru dan celana pendek hitam di atas lutut. Tangan kirinya megang payung, tangan kanannya megang piring isinya jagung rebus. Gua yang lagi asyik ngobrol, kaget. Doi cantik banget. Bawa-bawa jagung lalu naruh di atas meja tempat gua kumpul. Gua bayangin Shella adalah istri gua yang suguhin makanan ke tamu. Sungguh luar biasa. Ditambah lirikannya ke arah gua, duuuuuuh mood booster banget. Itu momen yang gak pernah gua lupain sampai sekarang. Selama gua kenal, waktu itulah doi menurut gua paling cantik. Walaupun tiap hari doi memang cantik, tapi menurut gua waktu itu yang paling cantik.

Berbagai akal sudah gua susun buat cari tau nama lengkap doi. Tapi gak pernah kelaksana. Gua pengen tau nama Facebook-nya. Yaaa gak ada tujuan lain selain cuma pengen mandangin foto-fotonya. Nama Facebook kan biasanya nama lengkap.

Gua yakin Shella itu gak alay. Gua yakin nama Facebook-nya adalah nama lengkap dia. Pernah waktu itu Alip bilang "ngapain lu nyari tau nama aslinya? Siapa tau ada angka-angkanya". Gua yakin 100% doi bukan cewek alay. Terus langsung gua punya niat mau modus pinjam bukunya (LKS, paket, atau gak buku tulis). Gua kan anak Sastra Indo, yaaa speak-speak ajah mau pinjam buku Bahasa Indonesianya buat materi kuliah. Tapi gak pernah kelaksana. Gak tau gua juga kenapa. Serasa gak tepat ajah gitu momennya. Kalau tanya langsung gua takut. Bukan takut sama Shellanya, tapi sama bapak/ibu nya, Pak Sarengat, atau gak istri Pak Sarengat. Kan malu kalau mereka tau gua nanya nama lengkap Shella siapa. Takut mereka mikir yang enggak-enggak terhadap gua. Style gua kan serem, sudah kayak preman. Gua juga takut Shellanya jadi takut. Diajak ngobrol ajah gitu malu-malu. Kalau lewat juga kepalanya selalu nunduk dan jalannya cepet. Kayak yang ketakutan.

Beberapa bulan kemudian gua sudah gak kos di sana lagi. Sedih banget rasanya harus ninggalin Shella, yang tiap harinya biasa lihat doi, sekarang malah gak bisa. Tapi di sana masih ada temen gua, Bintang dan Panon. Jadi, kalau gua lagi kangen sama Shella ya tinggal main ajah ke Tusam. Speak-speak mampir ke kosan mereka, padahal tujuan utamanya pengen lihat Shella. Makanya waktu itu Panon dan Bintang gua suruh jangan pindah. Soalnya kalau mereka pindah, nanti gua gak bisa lihat Shella lagi. "Tang, Non, jangan pindahlaaaah pliiiiiis! Entar kalau lu semua pindah gua gak bisa nemuin Shella lagi. Masa iya entar gua speak-speak mau silaturahmi ke Pak Sarengat. Kan lucu."

Doi itu mood booster gua. Gua kalau lagi capek, lagi bete, jenuh, ya sore tinggal main ajah ke Tusam. Soalnya kalau sore, doi pasti lagi main sama teman-temannya di depan rumah. Gua suka speak-speak duduk di teras sambil merokok. Padahal, sambil lirik-lirik maling ke arahnya. 

Kadang juga gua suka bayangin yang enggak-enggak. Kayak misalnya kasih bunga, es krim, cokelat atau apalah gitu lewat jendela kamarnya. Yaaa kayak di film-film gitu. Manggilnya pakai batu-batu kerikil kecil yang dilempar ke kaca jendela.

"psstt.. psstt!!! Shella! Shella!" Panggil gua desis.

"ada apa, mas?" Tanya shella heran.

"Ini ada bunga sama es krim buat kamu. Gak sengaja tadi lihat tukang bunga pas otw pulang, jadi keinget kamu. Ini ada es krim juga, kan kamu suka es krim. Spesial buat kamu rasa cokelat"

"Aduuuh mas, Makasih yah." ucap Shella malu-malu senang.

"Iya sama-sama hihihi. Lagi belajar yah? Yaudah, lanjutin deh, takut nanti ada yang lihat."

Lucu banget kan kalau itu semua nyata. Gua itu pengkhayal yang hebat. Kata temen gua sih gua itu spesialis ngayal yang jorok-jorok alias otak bokep. Itu semua bohong, cuma mitos.

Pernah juga gua ngayal gini nih, kemarin kan SBMPTN 2014, coba andaikan gua tesnya di smp doi. Gua kan gak tau smp doi di mana, jadi gua bisa modus ngajak Shella nemenin survei ke sekolahnya pas H-1. Modus yang masuk akal juga kan? Dan kemungkinan besar dia pasti mau nemenin. Habis survey otomatis gak pulang dulu. Namanya juga anak smp, pasti seneng kan diajak makan di McD. Gak peduli duit tinggal berapa, yang jelas gua bisa nge-date sama Shellla wkwkwkwk.

Gua juga cerita tentang Shella ke tante gua. Hadeeeuh.... namanya juga cewek, gak bisa mendem sendiri kalau ada gosip. Bokap gua, kakak gua, om gua, tante gua yang lainnya, sampai ke nenek gua juga jadi tau kalau gua suka sama si Shella.

"Kelas berapa, dot? 2 smp yah? Berarti beda enam tahun, yah? Yaaa bisa lah kalau cuma beda segitu mah. Dia kristen? yaaa itu juga bisa dikondisikan."

Apa coba maksud bokap bilang kayak gitu. Sudah kayak yang mau kawin tau gak. Ini nih, tante gua penyakitnya. Keluarga gua semuanya jadi tau si Shella. Sampai sepupu gua si Hafidz yang baru TK pernah ngecengin gua "Cieeeee mas Adot Shella nih cieeee." wkwkwkwk koplak banget kan ckckck.

Segitu dulu aja yah cerita tentang Shellanya. Yang jelas, gua ada rasa sama doi. Gua gak mau deketin dia sekarang. Dia masih kecil. Gua gak mau merusak masa remajanya. Nanti gua sudah mikir ke mana, doi malah masih di mana, kan gak akan sinkron. Gua bakal tunggu kalau dia sudah kelas 3 SMA. Insyaallah kalau memungkinkan bakal gua pepet.

Sekarang jam 12.02 malam. Gua yakin doi lagi tidur menghadap sebelah kanan ke arah tembok sambil meluk guling. Hafal banget kan gua wkwk. 

Tidur yang nyenyak yah, Shell. Mimpi indah mmmmmuah :*


Semarang, 17 Juni 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot

Senin, 16 Juni 2014

Aku Bisa


Cerpen ini diangkat dari kisah nyata yang sudah dikembangkan oleh penulis. Kisah seorang pengayuh becak yang berhasil mendidik anaknya menjadi wisudawan terbaik di universitasnya.


"Pak, ayo, Rani sudah siap" ucap Rani kepada bapaknya yang tengah mempersiapkan diri di depan cermin. 

Hari ini adalah hari wisudanya Rani. Ia adalah seorang mahasiswi fakultas ekonomi dan bisnis di universitas favorit di Semarang. Ia lahir di keluarga kurang mampu. Bapaknya adalah seorang pengayuh roda tiga.

Beliau seorang yang giat. Setiap hari sehabis ibadah solat subuh, ia langsung pergi ke pasar. Pekerjaannya sebagai jasa transportasi itu ia lakukan sampai matahari tenggelam. Semuanya tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mempertahankan hidup dan menafkahi anaknya, Rani, agar tetap bisa kuliah. Dia sangat berharap anaknya dapat lulus dan langsung bekerja.

Beliau adalah seorang yang taat dalam beragama. Setiap pagi, di sela pekerjaannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Malamnya, di tengah-tengah mimpinya, ia selalu bangun untuk menunaikan ibadah solat tahajud. Puasa sunah senin-kamis pun tak pernah ia tinggalkan. Di dunia ini, yang mengatur adalah Allah SWT. Ia percaya, segiat apapun kita melakukan suatu perkerjaan tapi tidak diimbangi dengan kewajiban sebagai umat beragama, pekerjaan itu akan sia-sia, tidak akan berkah.

Untuk Rani sendiri, ia adalah seorang wanita rajin, rajin belajar dan beribadah. Sehabis pulang kuliah ia selalu menghabiskan waktu di rumah, tak lain hanya untuk membedah kembali pelajaran yang sudah ia dapatkan. Malamnya, ia selalu dibangunkan bapaknya agar menunaikan ibadah solat tahajud. Paginya pun, di sela pergantian mata kuliah, ia selalu menyempatkan diri untuk menunaikan ibadah solat dhuha. Dia selalu ingat pesan bapaknya "jangan pernah kita selalu menyibukkan diri mengurus dunia sehingga kita melupakan kewajiban sebagai hamba Allah". 

Ia adalah seorang yang pintar. Untuk masuk kuliah pun itu semua karena beasiswa yang diraihnya. Sejak awal kuliah di semester pertama sampai semester akhir, IP-nya selalu di atas 3,5. Sungguh prestasi yang luar biasa. Itu semua ia dapat dengan penuh kerja keras. Di otaknya, hanya belajar, belajar, dan belajar. Ia tidak mau menjadi orang bodoh, ia tidak mau hidupnya ditindas oleh serakahnya dunia.

Ia memiliki banyak mimpi. Mimpi yang sangat utama bagi dia adalah memiliki rumah besar. Ia selalu membayangkan dirinya tinggal bersama bapak di rumah besar itu. 

Di pikirannya tidak ada sosok lain selain bapak. Ia sangat menyayangi bapak. Bapaknyalah yang menjadi motivasi belajar selama ini. Wajah bapak yang sedang bekerja keras mencari nafkah selalu terbayang. Ia tidak mau mengecewakannya. Ia akan membuktikan bahwa suatu saat akan menjadi anak yang sukses, dan membuktikan pula bahwa ia punya bapak yang sangat hebat, dengan keterbatasan biaya tapi dapat menyekolahkan anaknya hingga wisuda.


****


"Ran, kenapa sih kamu gak mau naik angkot? Atau pakek mobil yang pak Sabeni tawarin?" tanya bapak yang sedang mengayuh becaknya menuju aula di kampus Rani.

Hari ini Rani sangat cantik. Tubuhnya dibalut dengan kebaya berwarna hijau dan cokelat. Rambutnya ditata rapi dibalut toga. Bapak yang berada di belakangnya tampak memakai batik cokelat, celana bahan berwarna hitam, sepatu pantovel kusam, dan peci haji putih lusuh yang ia pakai di kepalanya.

"maaf yah, pak, jadi bikin bapak capek. Rani tuh pengen nunjukkin bahwa kita sebagai rakyat kecil berhak untuk kuliah dan menjadi seorang pemenang." jawab Rani sambil menoleh ke belakang ke arah bapaknya.

"terus, apa hubungannya sama kamu yang pengen diantar pakek becak?" tanya bapak heran.

"Rani juga mau nunjukkin kalau Rani punya bapak yang hebat. Walaupun bapak hanya sebagai tukang becak, tapi bisa menyekolahkan anaknya sampai lulus dan dapat status cumlaude." 

Bapak tersenyum, terharu mendengar perkataan dari anaknya itu. Ia tidak menyangka memiliki anak sepintar dan sebaik Rani. Ia tidak bisa berkata. Di dalam hatinya, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya itu.


****


"Rani! itu Rani, aaaaaahhhh..." teriak teman-teman Rani yang lebih dahulu sampai.

"Hai pak. Apa kabar?" sapa salah satu teman pria Rani kepada bapak.

"Ayo, Ran, kita masuk! acaranya mau dimulai. Mari pak".

Perasaan Rani hari ini sangat senang. Ia disambut oleh teman-temannya dengan riang gembira. Ia duduk di tengah-tengah ramainya mahasiswa. Bapak duduk di bangku khusus untuk para orang tua wali. Ia sangat senang dan bangga melihat anaknya. Ia tidak menyangka bisa sampai disini. Di tempat di mana anaknya akan mendapatkan gelar sebagai sarjana ekonomi. Ini adalah prestasi yang sangat hebat. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Keringatnya terbayar habis dengan semua ini.

"Bapaaaaaak..." sapa Rani kepada bapak yang duduk jauh di atasnya. Bapak membalas lambaiannya dan tersenyum hangat penuh bangga. Baginya, bapak adalah pria tertampan yang berada di aula ini. Dia lebih dari sekedar pahlawan. Ia sangat bangga kepada bapak.


****


Acara sudah sampai pada puncaknya. Terlihat Rani yang sedang mengantri bersama teman-temannya untuk diwisuda. Jantungnya berdebar dan tegang, tapi itu semua bercampur dengan senang dan bangga. Ketika ia selesai diwisuda, ia langsung melambaikan tangan ke arah bapak lagi. Ia melambai dengan riang, dengan segulung kertas yang ia pegang di tangan kirinya. Ia langsung menghampiri bapak, memeluknya erat-erat. Air mata tak dapat ditahan, keluar begitu saja. 

"Makasih paaaak makasih sudah mendidik, sudah menjaga Rani sampai saat ini. Rani gak akan ngelupain kebaikan bapak...." ucap Rani terisak-isak.

"Iya, Rani..... sama-sama. Bapak bangga sama kamu. Selamat yah" matanya berlinang dan sesekali menarik keras udara ke dalam hidung yang berisi penuh dengan ingus.

Pelukan itu sangat hangat. Pelukan dari seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya.

"ya, untuk acara yang terakhir. Langsung saja kita panggil saudari Rani sebagai mahasiswi dengan nilai terbaik tahun ini. Wuuuw tepuk tangan! Untuk Rani waktu dan tempat kami persilahkan." ucap MC yang berada di atas panggung.

Rani terkejut, dia tidak tahu kalau dialah yang mendapat nilai terbaik tahun ini. Perasaannya campur aduk. Dia tidak percaya dengan semua ini, apa ini semua hanya mimpi? Seisi aula berdiri dan bertepuk tangan riang mengawal Rani yang berjalan menuju ke atas panggung.

Ini adalah suatu prestasi. Dengan biaya dan hidup yang pas-pasan itu tidak membuatnya putus asa. Dia tetap semangat, dia sadar akan tanggung jawab. Dia tidak ingin mengecewakan bapak yang setiap hari membanting tulang hanya untuk membiayainya. Ia ingin membalas semua usaha bapak. Hanya bapak yang ia punya. Hanya bapak yang ia sayang. "Terimakasih bapak. Jasamu tak akan kulupakan"


Semarang, 16 Juni 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot