Sore ini agak mendung
dan sejuk. Jack yang biasa duduk di halaman kampus setelah bubar kelas duduk
di bawah pohon besar sambil membaca buku yang selalu ia bawa. Luas halamannya
kurang lebih setengah lapangan bola. Cukup besar. Diisi bangku-bangku yang
terbuat dari batu, dikelilingi pepohonan besar lebat yang membuat suasana sejuk dan asri. Di tengahnya terdapat danau kecil tempat para ikan berhabitat
dan para angsa berwek-wek ria.
Jack merasa senang karena cuaca sore ini cukup mendukung untuk bersantai sejenak.
Dia duduk di sebuah batu panjang yang berada tepat di sisi
danau. Di sekelilingnya, terdapat mahasiswa-mahasiswi yang ikut bersantai juga, berkumpul dan bercanda dengan teman-temannya, atau mereka yang berduaan dengan kekasihnya. Cukup ramai
tapi tenteram.
Jack mengambil
sebuah novel yang berjudul “Langitpun kan Ku Belah” dari tas gendongnya yang hitam sedikit bergaris putih. Jack tersenyum sedikit. Senang. Inilah
yang ia tunggu; membaca novel favoritnya. Jack memang gemar membaca.
Apapun ia baca, terutama novel. Ditariknya nafas dalam-dalam, dikeluarkan melalui mulut
dengan cepat, lalu ia mulai membaca.
Langit semakin
kemari kian menggelap, menghantarkan angin yang berhembus dingin, membuat bulu
kuduk Jack merinding, Jack tetap membaca novelnya dengan serius. Tak lama
kemudian, terdengar langkah yang menuju ke arahnya. Suaranya makin kemari
makin mendekat. Jack yang sedang serius membaca, terganggu dan penasaran dengan
suara itu. Matanya beralih dari buku ke sumber langkah tersebut. Alisnya
sedikit mulai naik. Apa yang dilihatnya ternyata sesosok wanita cantik yang berjalan kearahnya. Rambutnya hitam lebat
sedikit bergelombang dan pirang, memakai kemeja putih lengan pendek, bawahannya
memakai rok pendek bahan berwarna hitam, di lengannya tertenteng tas kulit cokelat, ditambah dengan sepatu hak silver keemasan yang membuatnya terlihat elegan dan jalannya terlihat seksi. Ternyata, itu Karin. Jack heran. Mau ke mana dia? Jack
terus memperhatikannya. Jack bingung karena Karin berjalan di jalan yang mengarah
ke tempat ia duduk. Semakin kemari Karin semakin mendekat. Tanpa diduga,
tiba-tiba dia berhenti tepat di depan Jack. Memandang ke arah Jack. Disusul oleh
senyumnya yang manis.
“hai, Jack. Boleh aku
duduk ?” izin Karin dengan manis.
Jack kaget. Mau apa Karin datang menemuinya. Tidak seperti biasanya. Dengan sopan Jack mempersilahkan Karin
duduk. Menepuk halus tempat di sebelahnya yang kosong. Jack terus memandangi Karin.
Melihat rambutnya yang bergelombang lebat sedikit keemasan, matanya yang bulat
dengan pupil hitam agak kecokelatan, bibir yang tebal bak artis Hollywood
Angelina Jolie, hidung yang mancung, pipi yang seksi, kulit yang putih nan
bersih, ditambah badan yang seksi. Lengkap.
“Jack, aku suka
ceritamu tadi. Sikap kamu itu loh yang optimis terhadap masa depan. Keren
banget.” Puji Karin.
Mata Jack makin terbuka
lebar. Dia tidak menyangka Karin akan memujinya.
Jadi begini, sebelumnya, Jack
disuruh maju ke depan kelas oleh Pak Ira untuk menceritakan cita-citanya. Beliau
adalah dosen Bahasa Indonesia. Jack menceritakan sebuah impiannya menjadi
seorang pengusaha sukses. Jack seseorang yang optimis. Dia tidak mudah
menyerah. Selalu berpikir positif terhadap sesuatu. Mungkin Karin sedikit suka
kepadanya.
Jack terlahir
di keluarga yang sederhana. Segalanya serba pas-pasan. Berbeda dengan Karin yang
terlahir di keluarga konglomerat alias kaya raya. Setiap hari dia
diantar-jemput supir pribadinya kemanapun dia pergi, termasuk ke kampus. Di
kampus, dia menjadi primadona. Kecantikannya yang mempesona dan aduhai membuat
cowok-cowok melotot tak berkedip dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Tapi,
satupun belum ada yang dia suka. Semuanya sama, kalau tidak playboy, pasti
matre.
“ah, nggak, Rin. Itu
cuma cerita biasa. Cuma impianku semata” balas Jack dengan gerak gerik salah
tingkah. Jack agak sedikit malu. Tidak biasanya dia berdekatan dengan cewek cantik.
Ditambah dengan Karin yang memujinya. Tentu membuat Jack sedikit gugup.
“aku suka ceritamu,
sangat menginspiratif, Jack. Aku tau kamu terlahir di keluarga yang sederhana. Tapi,
dengan situasi seperti itu kamu tetap yakin dapat menggapainya. Itu sangat
hebat, Jack.”
Jack bengong. Matanya
terpaku lama ke arah mata Karin yang cokelat.Jack bingung, tapi sedikit agak senang.
Siapa yang tidak senang dipuji oleh cewek secantik Karin, primadona kampus.
Tiba-tiba Karin hengkang
dari tempat duduknya. Berdiri menghadap Jack sambil menenteng tas kulit cokelat
yang ia bawa. Badannya membungkuk, mendekatkan bibir seksinya tepat ke sebelah
telinga Jack.
“aku yakin, suatu saat kamu
pasti bisa menggapainya.” Bisik Karin. Dia tersenyum manis ke arah Jack, lalu
pergi meninggalkannya. Jack terdiam. Matanya terus memandang kearah Karin yang
makin lama makin menghilang dari pandangannya. Dia bingung apa maksud dari
semua ini. Apa ini hanya pujian biasa atau Karin yang mulai suka kepadanya?
Tapi jujur, Jack sangat senang mendengarnya. Tak disangka Karin akan memujinya.
Malam ini adalah malam dimana Karin berulang tahun. Jack diundang datang ke rumahnya, merayakan pesta ulang
tahunnya yang ke-20. Jack datang dengan motor kesayangannya. Sebuah motor besar hitam, tapi bukan motor mahal. Saat tiba di sana, Jack terpaku melihat
rumah yang begitu besar. Pagar besi yang berdiri kokoh menjulang ke atas
bagaikan benteng sebuah istana yang sulit untuk diruntuhkan. Sangat
mengejutkan. Mobil-mobil mewah yang berjejer parkir di pinggir jalan. Mungkin mobil-mobil
itu milik teman-teman Karin. Jack bingung. Apa pekerjaan orang tuanya sehingga
rumahnya bisa sebesar ini. Jack segera merapikan
baju, celana, dan rambutnya. Dia memakai kemeja hitam, celana jeans biru dongker, dan sepatu converse all-star kesayangannya. Tidak terlalu resmi, tapi sopan. Di tangannya
tergenggam sebuah kotak kecil berukuran 10x10 cm yang akan ia berikan untuk Karin
sebagai kado ulang tahunnya. Bukan kado mahal, tapi Jack yakin Karin akan
menyukainya.
Tak lama kemudian security
datang menghampiri Jack, mempersilahkan Jack untuk masuk. Badannya tinggi besar.
Memakai seragam berwarna putih lengkap dengan topi yang bertuliskan
security. “temannya Karin, yah ? Silahkan, Pestanya di halaman belakang.
Langsung saja masuk, lurus terus belok kiri” jelas si security sambil menunjuk arah dan jalan yang harus Jack lalui. Dengan langkah pelan sambil melihat-lihat kanan-kirinya (terpukau
dengan keindahan rumah Karin). Di sudut sana Jack melihat kolam renang yang
dihiasi lilin-lilin yang mengambang diatasnya. Lampu remang-remang
berwarna-warni membuat suasana menjadi romantis. Ditambah DJ yang ikut
menyemarakkan kemeriahan pesta ulang tahunnya. Jack disambut oleh Johnson, teman
Karin sekaligus teman Jack juga. Tapi, dia sombong. Jack tidak menyukainya.
Badan dia tinggi besar, tampan, dengan rambut cepak di pinggir dan sedikit
tebal dibagian atas, sedikit berjambul dan cool, ditambah dengan laganya yang
super belagu. Johnson menyukai Karin dan sudah menyatakan cintanya berkali-kali. Tapi, Karin
terus menolak. Dia tidak menyukai Johnson, walaupun dia tampan dan kaya. Baginya
itu hanya hal biasa. Karin bukan cewek matre. Dia suka cowok yang hebat, pintar,
dan rajin. Bukan seperti Johnson yang setiap harinya menggodai cewek-cewek di
kampus. Memamerkan kekayaan dan mobil-mobilnya. Bagi Karin, tidak ada yang bisa
dibanggakan dari dia. Karena semua hasil orang tuanya, bukan hasilnya.
“lihat siapa yang datang!
hahaha.” teriak Johnson sambil menunjuk dan tertawa ke arah Jack. “Jack..Jack..Jack..untuk
apa kau datang kemari, Jack ?" sambil menepuk bahu Jack "di sini bukan tempatmu. Kau tidak pantas berada
di sini. Karin dan tamunya adalah orang-orang yang saaangat kaya. Bukan
sepertimu, Jack. Kau terlahir di keluarga miskin....hahaha. Sudah sana,
kau tidak layak bergabung dengan kami.” cetus Johnson dengan sombongnya.
Tiba-tiba Karin muncul dari belakang Johnson. Jack kaget
melihatnya. Dia sangat cantik. Memakai gaun panjang berwarna merah. Ditambah
dengan mahkota mawar merah di kepalanya, membuatnya terlihat seperti putri
seorang raja. Karin menanyakan apa yang sedang terjadi. Jack diam terpaku
ke arah Karin. Kemudian melihat kembali ke arah Johnson. Jack sudah terlanjur
sakit hati oleh omongannya. Dia pikir lebih baik langsung pulang saja, dari pada
di sini, dia akan jadi bahan cacian. Jack mengambil tangan kanan Karin
dari sebelah pinggangnya, menuntunnya untuk mengambil kotak kecil dari tangan Jack.
“ini untukmu. Selamat ulang tahun. Aku gak bisa lama-lama di sini, sekarang
juga harus pulang. Jangan tanya kenapa, tanyakan saja pada Johnson, yah.” Jack langsung berbalik badan pergi meninggalkan
Karin dan pestanya. Karin bingung dan kaget. Dia tidak tahu apa yang terjadi antara Jack
dan Johnson. “tapi, Jack... Jack..... Jaaaaack!”. Karin berteriak memanggil Jack.
Tapi, Jack tidak menoleh dan tetap berjalan pergi.
Keesokan harinya
di kampus pukul 16.30 Jack kembali duduk di halaman tempat biasa dirinya bersantai menghilangkan penat. Disulutnya sebatang rokok yang ia beli pagi
tadi. Dihisapnya dalam-dalam dan dikeluarkan melalui hidung dan mulut.
Tak lama kemudian ketika sedang bersantai, tiba-tiba Karin datang. Berdiri tepat di depan Jack menghadap ke arahnya.
Jack kaget dan heran
atas kehadirannya. Dia mengira mungkin Karin ingin meminta maaf atas hal yang
terjadi tadi malam di pesta ulang tahunnya.
Wajah Karin datar
ke arah Jack. Kurang lebih 4 detik mereka saling pandang. Tak lama kemudian
tiba-tiba Karin menyentuh kerah baju yang Jack pakai. Disusul ke rambutnya
yang hitam gondrong. Dia merapikannya, dan tersenyum
ke arah Jack. Bagaikan seorang ibu yang sedang mendandani anaknya yang hendak
berangkat sekolah. Jack bingung apa yang dilakukan Karin. Kemudian Karin tersenyum kembali ke arah Jack, menyentuh pipi Jack dengan kedua tangannya. Jack terpaku ke arahnya, masih dalam keadaan bingung dan diam. Tanpa disuruh tiba-tiba Karin duduk di sebelah Jack. Jack masih terdiam, terus memandangi Karin dengan penuh kecurigaan.
“maafkan aku atas
kejadian semalam, Jack. Johnson memang seperti itu. aku harap kamu mengerti”.
Benarkan, dia ingin meminta maaf.
“gak apa-apa Rin. Aku gak
marah. Lagipula apa yang dikatakan Johnson itu benar. Gak seharusnya aku berada
di rumahmu”. Jawab Jack. Tangannya menggosok halus satu sama lain. Kepalanya menunduk dan sesekali menatap ke arah depan.
“sssstttttt.....” Dengan
gesit tangan Karin mengelus pundak Jack.
“gak seharusnya kamu bicara
seperti itu, Jack. Tuhanpun gak pernah membeda-bedakan mana yang kaya dan mana
yang miskin. Apalagi Johnson. Dia gak punya hak. Ada yang ingin kukatakan!”.
“apa?” jawab Jack
penasaran.
Mereka berdua terdiam
dan saling tatap satu sama lain dengan serius. Jack penasaran dengan apa
yang ingin Karin sampaikan. Apakah dia ingin bilang kalau dia suka dengan kado
yang Jack berikan? Atau sama sekali tidak menyukainya? Ternyata, jauh dengan
apa yang Jack pikirkan.
“aku suka kamu, Jack. Semenjak
aku melihatmu. Aku melihat sosok yang baik, ramah, pintar,
optimis, dan tidak sombong. Maukah kau menemaniku, Jack?” Jack terkejut atas
apa yang Karin katakan. Matanya membesar dan melotot. Suasana yang sebelumnya sejuk
berubah sedikit agak panas. Keduanya saling pandang satu sama lain. Jack
bingung. Apa maksud dari semua ini? Mengapa Karin bisa suka padanya? Jack
memang tampan. Tapi, dompetnya tidak tebal. Apa Karin bisa menerima dengan
kondisi ekonomi Jack yang pas-pasan ?
“a..ap..pa maksud kamu,
Rin ? aku nggak ngerti” Balas Jack tergagu-gagu.
“Aku
gak tau harus mulai dari mana. Hati ini, Jack. Dia ini selalu
berkata aku suka kamu. Ditambah, pada saat kamu bercerita di depan kelas. Cerita
yang sangat jujur dan inspiratif. Aku melihat sosok pemimpin. Itu kamu, Jack.”
Karin meraih tangan Jack. Menggenggamnya dengan lembut. “Lihatlah mata ini, Jack.
Dia serius, nggak main-main. Jadilah pacarku, Jack”.
“ta..tapi Rin” Tak bisa menahan
dengan apa yang Jack rasakan juga, Jack langsung mencurahkan apa yang selama
ini dipendam di dalam hatinya juga. Jack juga suka dengan Karin, sudah lumayan lama.
Namun, dia tidak berani mengatakannya. Dia sadar akan ekonominya. Dia takut
Karin akan menolaknya.
“Oke. Aku jujur.
Semenjak aku melihatmu aku juga suka. Siapa sih yang gak suka kamu. Kamu yang
cantik, baik, gak sombong. Tapi, Rin, kamu harus paham ekonomiku. Kamu kaya,
aku nggak. Apa kamu sanggup me............” tiba-tiba Karin memotong
pembicaraan Jack lewat bibirnya, menyambar bibir Jack. Jack
kaget. Jantungnya seketika berdetak kencang. Matanya melebar. Beda dengan Karin yang
menutup matanya. Merasakan bibir Jack yang hangat. Jack masih dalam situasi
syok. Kaget dengan yang Karin lakukan. Lama-kelamaan Jack pun
terpengaruh suasana. Sedikit demi sedikit membalas kecupan Karin. Memiringkan
kepalanya ke kanan dan ke kiri berganti posisi. Mempertemukan lidahnya satu
sama lain. Tangan kiri Karin menyentuh pipi jack. Ciuman yang
menggairahkan. Keduanya terlihat sangat menikmatinya. Ciuman itulah yang tidak
pernah bisa dilupakan Jack. Ciuman hangat dari sosok wanita cantik yang tidak
pernah ia bayangkan sebelumnya.
Setelah ciumannya berakhir, mereka saling pandang. Jack
terpaku dan terheran-heran oleh Karin yang tiba-tiba menciumnya. Karin terlihat
serius menatap Jack. Menatap dari kedua bola matanya yang hitam agak kecokelatan.
Pipinya memerah. Tangan kirinya masih hinggap di pipi Jack.
“apa maksud dari semua
ini ?” tanya Jack heran.
“apa kamu merasakannya
? lihatlah mataku, Jack. Aku tidak pernah memandang seseorang dari ekonominya.
Hebat, baik, bertanggung jawab, tekun, dan optimis itu segalanya bagiku. Aku memandang uang sebagai hasil, bukan penyebab. Pimpinlah aku, Jack.” jelas
Karin dengan suara yang sedikit agak serak. Wajahnya memelas.
Jack kaget atas apa yang telah Karin katakan. Dia merasa ini semua hanyalah mimpi. Tapi tidak, ini benar. Jack terdiam. Menatap Karin dengan serius. Tak disangka, masih ada cewek cantik dan sekaya Karin yang tidak memandang uang. Dengan cinta dan kasih sayang yang tulus, saling mendukung, dan saling mengisi satu sama lain dia yakin hidupnya akan tenteram. Dari situlah uang akan mereka hasilkan. Bukan karena uangnya, tapi karena cintanya. Karena baginya, uang adalah hasil, bukan penyebab.
Semarang, 6 Januari 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot
Jadi, kapan mereka nikah? :p
BalasHapusbelum saatnya. Tenang, takdir mereka di tangan gua wkwkwkwkwk
BalasHapusJack dan Karin... ini kayaknya si Jack "elu banget" ya, haha
HapusTerus, alurnya flat ya, Gus. Kurang dimainkan.
Bahasanya juga kurang luwes dan kebanyakan adegan kayaknya impossible banget terjadi di dunia nyata, nggak real, lah.
Perbanyak baca aja Gus, semakin banyak baca semakin banyak referensi.
But over all, not bad, kok. Udah bisa bikin karya itu lebih baik dibanding yang banyak omong doang tapi gak ada aksinya, haha
Goodjob! Sorry ya kalo agak pedes, hehe. Kritik memang pedas, tapi itu membangun.
Terus berkarya!