YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Senin, 06 Januari 2014

She is mine


Sore ini agak mendung dan sejuk. Jack yang biasa duduk di halaman kampus setelah bubar kelas duduk di bawah pohon besar sambil membaca buku yang selalu ia bawa. Luas halamannya kurang lebih setengah lapangan bola. Cukup besar. Diisi bangku-bangku yang terbuat dari batu, dikelilingi pepohonan besar lebat yang membuat suasana sejuk dan asri. Di tengahnya terdapat danau kecil tempat para ikan berhabitat dan para angsa berwek-wek ria.

Jack merasa senang karena cuaca sore ini cukup mendukung untuk bersantai sejenak. Dia duduk di sebuah batu panjang yang berada tepat di sisi danau. Di sekelilingnya, terdapat mahasiswa-mahasiswi yang ikut bersantai juga, berkumpul dan bercanda dengan teman-temannya, atau mereka yang berduaan dengan kekasihnya. Cukup ramai tapi tenteram.

Jack mengambil sebuah novel yang berjudul “Langitpun kan Ku Belah” dari tas gendongnya yang hitam sedikit bergaris putih. Jack tersenyum sedikit. Senang. Inilah yang ia tunggu; membaca novel favoritnya. Jack memang gemar membaca. Apapun ia baca, terutama novel. Ditariknya nafas dalam-dalam, dikeluarkan melalui mulut dengan cepat, lalu ia mulai membaca.

Langit semakin kemari kian menggelap, menghantarkan angin yang berhembus dingin, membuat bulu kuduk Jack merinding, Jack tetap membaca novelnya dengan serius. Tak lama kemudian, terdengar langkah yang menuju ke arahnya. Suaranya makin kemari makin mendekat. Jack yang sedang serius membaca, terganggu dan penasaran dengan suara itu. Matanya beralih dari buku ke sumber langkah tersebut. Alisnya sedikit mulai naik. Apa yang dilihatnya ternyata sesosok wanita cantik yang berjalan kearahnya. Rambutnya hitam lebat sedikit bergelombang dan pirang, memakai kemeja putih lengan pendek, bawahannya memakai rok pendek bahan berwarna hitam, di lengannya tertenteng tas kulit cokelat, ditambah dengan sepatu hak silver keemasan yang membuatnya terlihat elegan dan jalannya terlihat seksi. Ternyata, itu Karin. Jack heran. Mau ke mana dia? Jack terus memperhatikannya. Jack bingung karena Karin berjalan di jalan yang mengarah ke tempat ia duduk. Semakin kemari Karin semakin mendekat. Tanpa diduga, tiba-tiba dia berhenti tepat di depan Jack. Memandang ke arah Jack. Disusul oleh senyumnya yang  manis.

“hai, Jack. Boleh aku duduk ?” izin Karin dengan manis.

Jack kaget. Mau apa Karin datang menemuinya. Tidak seperti biasanya. Dengan sopan Jack mempersilahkan Karin duduk. Menepuk halus tempat di sebelahnya yang kosong. Jack terus memandangi Karin. Melihat rambutnya yang bergelombang lebat sedikit keemasan, matanya yang bulat dengan pupil hitam agak kecokelatan, bibir yang tebal bak artis Hollywood Angelina Jolie, hidung yang mancung, pipi yang seksi, kulit yang putih nan bersih, ditambah badan yang seksi. Lengkap.

“Jack, aku suka ceritamu tadi. Sikap kamu itu loh yang optimis terhadap masa depan. Keren banget.” Puji Karin.

Mata Jack makin terbuka lebar. Dia tidak menyangka Karin akan memujinya.

Jadi begini, sebelumnya, Jack disuruh maju ke depan kelas oleh Pak Ira untuk menceritakan cita-citanya. Beliau adalah dosen Bahasa Indonesia. Jack menceritakan sebuah impiannya menjadi seorang pengusaha sukses. Jack seseorang yang optimis. Dia tidak mudah menyerah. Selalu berpikir positif terhadap sesuatu. Mungkin Karin sedikit suka kepadanya.

Jack terlahir di keluarga yang sederhana. Segalanya serba pas-pasan. Berbeda dengan Karin yang terlahir di keluarga konglomerat alias kaya raya. Setiap hari dia diantar-jemput supir pribadinya kemanapun dia pergi, termasuk ke kampus. Di kampus, dia menjadi primadona. Kecantikannya yang mempesona dan aduhai membuat cowok-cowok melotot tak berkedip dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Tapi, satupun belum ada yang dia suka. Semuanya sama, kalau tidak playboy, pasti matre.

“ah, nggak, Rin. Itu cuma cerita biasa. Cuma impianku semata” balas Jack dengan gerak gerik salah tingkah. Jack agak sedikit malu. Tidak biasanya dia berdekatan dengan cewek cantik. Ditambah dengan Karin yang memujinya. Tentu membuat Jack sedikit gugup.

“aku suka ceritamu, sangat menginspiratif, Jack. Aku tau kamu terlahir di keluarga yang sederhana. Tapi, dengan situasi seperti itu kamu tetap yakin dapat menggapainya. Itu sangat hebat, Jack.”

Jack bengong. Matanya terpaku lama ke arah mata Karin yang cokelat.Jack bingung, tapi sedikit agak senang. Siapa yang tidak senang dipuji oleh cewek secantik Karin, primadona kampus.

Tiba-tiba Karin hengkang dari tempat duduknya. Berdiri menghadap Jack sambil menenteng tas kulit cokelat yang ia bawa. Badannya membungkuk, mendekatkan bibir seksinya tepat ke sebelah telinga Jack.

“aku yakin, suatu saat kamu pasti bisa menggapainya.” Bisik Karin. Dia tersenyum manis ke arah Jack, lalu pergi meninggalkannya. Jack terdiam. Matanya terus memandang kearah Karin yang makin lama makin menghilang dari pandangannya. Dia bingung apa maksud dari semua ini. Apa ini hanya pujian biasa atau Karin yang mulai suka kepadanya? Tapi jujur, Jack sangat senang mendengarnya. Tak disangka Karin akan memujinya.





Malam ini adalah malam dimana Karin berulang tahun. Jack diundang datang ke rumahnya, merayakan pesta ulang tahunnya yang ke-20. Jack datang dengan motor kesayangannya. Sebuah motor besar hitam, tapi bukan motor mahal. Saat tiba di sana, Jack terpaku melihat rumah yang begitu besar. Pagar besi yang berdiri kokoh menjulang ke atas bagaikan benteng sebuah istana yang sulit untuk diruntuhkan. Sangat mengejutkan. Mobil-mobil mewah yang berjejer parkir di pinggir jalan. Mungkin mobil-mobil itu milik teman-teman Karin. Jack bingung. Apa pekerjaan orang tuanya sehingga rumahnya bisa sebesar ini. Jack segera merapikan baju, celana, dan rambutnya. Dia memakai kemeja hitam, celana jeans biru dongker, dan sepatu converse all-star kesayangannya. Tidak terlalu resmi, tapi sopan. Di tangannya tergenggam sebuah kotak kecil berukuran 10x10 cm yang akan ia berikan untuk Karin sebagai kado ulang tahunnya. Bukan kado mahal, tapi Jack yakin Karin akan menyukainya.

Tak lama kemudian security datang menghampiri Jack, mempersilahkan Jack untuk masuk. Badannya tinggi besar. Memakai seragam berwarna putih lengkap dengan topi yang bertuliskan security. “temannya Karin, yah ? Silahkan, Pestanya di halaman belakang. Langsung saja masuk, lurus terus belok kiri” jelas si security sambil menunjuk arah dan jalan yang harus Jack lalui. Dengan langkah pelan sambil melihat-lihat kanan-kirinya (terpukau dengan keindahan rumah Karin). Di sudut sana Jack melihat kolam renang yang dihiasi lilin-lilin yang mengambang diatasnya. Lampu remang-remang berwarna-warni membuat suasana menjadi romantis. Ditambah DJ yang ikut menyemarakkan kemeriahan pesta ulang tahunnya. Jack disambut oleh Johnson, teman Karin sekaligus teman Jack juga. Tapi, dia sombong. Jack tidak menyukainya. Badan dia tinggi besar, tampan, dengan rambut cepak di pinggir dan sedikit tebal dibagian atas, sedikit berjambul dan cool, ditambah dengan laganya yang super belagu. Johnson menyukai Karin dan sudah menyatakan cintanya berkali-kali. Tapi, Karin terus menolak. Dia tidak menyukai Johnson, walaupun dia tampan dan kaya. Baginya itu hanya hal biasa. Karin bukan cewek matre. Dia suka cowok yang hebat, pintar, dan rajin. Bukan seperti Johnson yang setiap harinya menggodai cewek-cewek di kampus. Memamerkan kekayaan dan mobil-mobilnya. Bagi Karin, tidak ada yang bisa dibanggakan dari dia. Karena semua hasil orang tuanya, bukan hasilnya.

“lihat siapa yang datang! hahaha.” teriak Johnson sambil menunjuk dan tertawa ke arah Jack. “Jack..Jack..Jack..untuk apa kau datang kemari, Jack ?" sambil menepuk bahu Jack "di sini bukan tempatmu. Kau tidak pantas berada di sini. Karin dan tamunya adalah orang-orang yang saaangat kaya. Bukan sepertimu, Jack. Kau terlahir di keluarga miskin....hahaha. Sudah sana, kau tidak layak bergabung dengan kami.” cetus Johnson dengan sombongnya. Tiba-tiba Karin muncul dari belakang Johnson. Jack kaget melihatnya. Dia sangat cantik. Memakai gaun panjang berwarna merah. Ditambah dengan mahkota mawar merah di kepalanya, membuatnya terlihat seperti putri seorang raja. Karin menanyakan apa yang sedang terjadi. Jack diam terpaku ke arah Karin. Kemudian melihat kembali ke arah Johnson. Jack sudah terlanjur sakit hati oleh omongannya. Dia pikir lebih baik langsung pulang saja, dari pada di sini, dia akan jadi bahan cacian. Jack mengambil tangan kanan Karin dari sebelah pinggangnya, menuntunnya untuk mengambil kotak kecil dari tangan Jack. “ini untukmu. Selamat ulang tahun. Aku gak bisa lama-lama di sini, sekarang juga harus pulang. Jangan tanya kenapa, tanyakan saja pada Johnson, yah.” Jack langsung berbalik badan pergi meninggalkan Karin dan pestanya. Karin bingung dan kaget. Dia tidak tahu apa yang terjadi antara Jack dan Johnson. “tapi, Jack... Jack..... Jaaaaack!”. Karin berteriak memanggil Jack. Tapi, Jack tidak menoleh dan tetap berjalan pergi.





Keesokan harinya di kampus pukul 16.30 Jack kembali duduk di halaman tempat biasa dirinya bersantai menghilangkan penat. Disulutnya sebatang rokok yang ia beli pagi tadi. Dihisapnya dalam-dalam dan dikeluarkan melalui hidung dan mulut.

Tak lama kemudian ketika sedang bersantai, tiba-tiba Karin datang. Berdiri tepat di depan Jack menghadap ke arahnya.

Jack kaget dan heran atas kehadirannya. Dia mengira mungkin Karin ingin meminta maaf atas hal yang terjadi tadi malam di pesta ulang tahunnya.

Wajah Karin datar ke arah Jack. Kurang lebih 4 detik mereka saling pandang. Tak lama kemudian tiba-tiba Karin menyentuh kerah baju yang Jack pakai. Disusul ke rambutnya yang hitam gondrong. Dia merapikannya, dan tersenyum ke arah Jack. Bagaikan seorang ibu yang sedang mendandani anaknya yang hendak berangkat sekolah. Jack bingung apa yang dilakukan Karin. Kemudian Karin tersenyum kembali ke arah Jack, menyentuh pipi Jack dengan kedua tangannya. Jack terpaku ke arahnya, masih dalam keadaan bingung dan diam. Tanpa disuruh tiba-tiba Karin duduk di sebelah Jack. Jack masih terdiam, terus memandangi Karin dengan penuh kecurigaan. 

“maafkan aku atas kejadian semalam, Jack. Johnson memang seperti itu. aku harap kamu mengerti”.

Benarkan, dia ingin meminta maaf.

“gak apa-apa Rin. Aku gak marah. Lagipula apa yang dikatakan Johnson itu benar. Gak seharusnya aku berada di rumahmu”. Jawab Jack. Tangannya menggosok halus satu sama lain. Kepalanya menunduk dan sesekali menatap ke arah depan.

“sssstttttt.....” Dengan gesit tangan Karin mengelus pundak Jack.

“gak seharusnya kamu bicara seperti itu, Jack. Tuhanpun gak pernah membeda-bedakan mana yang kaya dan mana yang miskin. Apalagi Johnson. Dia gak punya hak. Ada yang ingin kukatakan!”.

“apa?” jawab Jack penasaran.

Mereka berdua terdiam dan saling tatap satu sama lain dengan serius. Jack penasaran dengan apa yang ingin Karin sampaikan. Apakah dia ingin bilang kalau dia suka dengan kado yang Jack berikan? Atau sama sekali tidak menyukainya? Ternyata, jauh dengan apa yang Jack pikirkan.

“aku suka kamu, Jack. Semenjak aku melihatmu. Aku melihat sosok yang baik, ramah, pintar, optimis, dan tidak sombong. Maukah kau menemaniku, Jack?” Jack terkejut atas apa yang Karin katakan. Matanya membesar dan melotot. Suasana yang sebelumnya sejuk berubah sedikit agak panas. Keduanya saling pandang satu sama lain. Jack bingung. Apa maksud dari semua ini? Mengapa Karin bisa suka padanya? Jack memang tampan. Tapi, dompetnya tidak tebal. Apa Karin bisa menerima dengan kondisi ekonomi Jack yang pas-pasan ?

“a..ap..pa maksud kamu, Rin ? aku nggak ngerti” Balas Jack tergagu-gagu.

“Aku gak tau harus mulai dari mana. Hati ini, Jack. Dia ini selalu berkata aku suka kamu. Ditambah, pada saat kamu bercerita di depan kelas. Cerita yang sangat jujur dan inspiratif. Aku melihat sosok pemimpin. Itu kamu, Jack.” Karin meraih tangan Jack. Menggenggamnya dengan lembut. “Lihatlah mata ini, Jack. Dia serius, nggak main-main. Jadilah pacarku, Jack”.

“ta..tapi Rin” Tak bisa menahan dengan apa yang Jack rasakan juga, Jack langsung mencurahkan apa yang selama ini dipendam di dalam hatinya juga. Jack juga suka dengan Karin, sudah lumayan lama. Namun, dia tidak berani mengatakannya. Dia sadar akan ekonominya. Dia takut Karin akan menolaknya.

“Oke. Aku jujur. Semenjak aku melihatmu aku juga suka. Siapa sih yang gak suka kamu. Kamu yang cantik, baik, gak sombong. Tapi, Rin, kamu harus paham ekonomiku. Kamu kaya, aku nggak. Apa kamu sanggup me............” tiba-tiba Karin memotong pembicaraan Jack lewat bibirnya, menyambar bibir Jack. Jack kaget. Jantungnya seketika berdetak kencang. Matanya melebar. Beda dengan Karin yang menutup matanya. Merasakan bibir Jack yang hangat. Jack masih dalam situasi syok. Kaget dengan yang Karin lakukan. Lama-kelamaan Jack pun terpengaruh suasana. Sedikit demi sedikit membalas kecupan Karin. Memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri berganti posisi. Mempertemukan lidahnya satu sama lain. Tangan kiri Karin menyentuh pipi jack. Ciuman yang menggairahkan. Keduanya terlihat sangat menikmatinya. Ciuman itulah yang tidak pernah bisa dilupakan Jack. Ciuman hangat dari sosok wanita cantik yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Setelah ciumannya berakhir, mereka saling pandang. Jack terpaku dan terheran-heran oleh Karin yang tiba-tiba menciumnya. Karin terlihat serius menatap Jack. Menatap dari kedua bola matanya yang hitam agak kecokelatan. Pipinya memerah. Tangan kirinya masih hinggap di pipi Jack.

“apa maksud dari semua ini ?” tanya Jack heran.

“apa kamu merasakannya ? lihatlah mataku, Jack. Aku tidak pernah memandang seseorang dari ekonominya. Hebat, baik, bertanggung jawab, tekun, dan optimis itu segalanya bagiku. Aku memandang uang sebagai hasil, bukan penyebab. Pimpinlah aku, Jack.” jelas Karin dengan suara yang sedikit agak serak. Wajahnya memelas.

Jack kaget atas apa yang telah Karin katakan. Dia merasa ini semua hanyalah mimpi. Tapi tidak, ini benar. Jack terdiam. Menatap Karin dengan serius. Tak disangka, masih ada cewek cantik dan sekaya Karin yang tidak memandang uang. Dengan cinta dan kasih sayang yang tulus, saling mendukung, dan saling mengisi satu sama lain dia yakin hidupnya akan tenteram. Dari situlah uang akan mereka hasilkan. Bukan karena uangnya, tapi karena cintanya. Karena baginya, uang adalah hasil, bukan penyebab.


Semarang, 6 Januari 2014
Mohammed Bagus Dwianto a.k.a King Adot

3 komentar:

  1. belum saatnya. Tenang, takdir mereka di tangan gua wkwkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jack dan Karin... ini kayaknya si Jack "elu banget" ya, haha
      Terus, alurnya flat ya, Gus. Kurang dimainkan.
      Bahasanya juga kurang luwes dan kebanyakan adegan kayaknya impossible banget terjadi di dunia nyata, nggak real, lah.
      Perbanyak baca aja Gus, semakin banyak baca semakin banyak referensi.
      But over all, not bad, kok. Udah bisa bikin karya itu lebih baik dibanding yang banyak omong doang tapi gak ada aksinya, haha
      Goodjob! Sorry ya kalo agak pedes, hehe. Kritik memang pedas, tapi itu membangun.
      Terus berkarya!

      Hapus